Sabtu, 08 Januari 2011

LAP .MIKROBIOLOGI

PEWARNAAN TUNGGAL

Tujuan Praktikum
1.      Mampu mempersiapkan sediaan/ preparat/ film bakteri secara benar.
2.      Mampu melakukan pewarnaan bakteri dengan satu macam zat warna.
3.      Mengamati dan menggambar bakteri yang telah diwarnai

Teori Dasar
Bakteri hidup sulit untuk dilihat dengan mikroskop cahaya biasa, karena bakteri itu tampak tidak berwarna jika diamati secara sendiri, walaupun biakannya secara keseluruhan mungkin berwarna. Bakteri sering diamati dalam keadaan olesan terwarnai daripada dalam keadaan hidup. Yang dimaksud dengan bakteri terwarnai adalah oganisme yang telah diwarnai dengan zat pewarna kimia agar mudah dilihat dan dipelajari (Volk dan Whleer, 1998).
Bakteri terbagi atas dua kelompok berdasarkan pewarnaan ini, yaitu bakteri gram positif dan bakteri gram negatif. Proses pewarnaan diferensial ini memerlukan 4 jenis reagen, perbedaan ini berdasarkan warna yang dapat dipertahankan bakteri. Reagen pertama disebut warna dasar, berupa pewarna basa, jadi pewarna ini akan mewarnai dengan jelas. Reagen kedua disebut bahan pencuci warna (decolorizing agent). Tercuci tidaknya warna dasar tergantung pada komposisi dinding sel, bilakomponen dinding sel kuat mengikat warna, maka warna tidak akan tercuci sedangkan bila komponen dinding sel tidak kuat menelan warna dasar, maka warna akan tercuci. Reagen terakhir adalah warna pembanding, bila warna tidak tercuci maka warna pembanding akan terlihat, yang terlihat pada hasil akhir tetap warna dasar.
Pada umumnya, olesan bakteri terwarnai mengungkapkan ukuran, bentuk, susunan dan adanya struktur internal seperti spora dan butiran zat pewarna khusus diperlukan untuk melihat bentuk kapsul ataupun flagella, dan hal-hal terperinci tertentu di dalam sel. Zat pewarna adalah garam yang terdiri atas ion positif dan ion negatif, yang salah satu diantaranya berwarna (Volk dan Whleer, 1998).
Sel bakteri dapat teramati dengan jelas jika digunakan mikroskop dengan perbesaran 100x10 yang ditambah minyak imersi. Jika dibuat preparat ulas tanpa pewarnaan, sel bakteri sulit terlihat. Pewarnaan bertujuan untuk memperjelas sel bakteri dengan menempelkan zat warna ke permukaan sel bakteri. Zat warna dapat mengabsorbsi dan membiaskan cahaya, sehingga kontras sel bakteri dengan sekelilingnya ditingkatkan. Zat warna yang digunakan bersifat asam atau basa.
Pewarnaan atau pengecatan terhadap mikroba, banyak dilakukan baik secara langsung (bersama bahan yang ada) ataupun secara tidak langsung (melalui biakan murni). Tujuan dari pewarnaan tersebut adalah pewarnaan untuk (Suriawiria, 1985)  :
1.      Mempermudah melihat bentuk jasad baik bakteri, ragi ataupun fungi.
2.      Memperjelas ukuran dan bentuk jasad
3.      Melihat struktur luar dan kalau memungkinkan juga struktur dalam jasad.
4.      Melihat reaksi jasad terhadap pewarna yang diberikan sehingga sifat fisik dan kimia yang ada akan dapat diketahui.
Pewarnaan Gram adalah pewarnaan diferensial yang sangat berguna dan paling banyak digunakan dalam laboratorium mikrobiologi, karena merupakan tahapan penting dalam langkah awal identifikasi. Pewarnaan ini didasarkan pada tebal atau tipisnya lapisan peptidoglikan di dinding sel dan banyak sedikitnya lapisan lemak pada membran sel bakteri. Jenis bakteri berdasarkan pewarnaan gram dibagi menjadi dua yaitu gram positif dan gram negatif. Bakteri gram positif memiliki dinding sel yang tebal dan membran sel selapis. Sedangkan baktri gram negatif mempunyai dinding sel tipis yang berada di antara dua lapis membran sel (Irawan, 2008).
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pewarnaan gram adalah sebagai berikut (Irawan, 2008):
a.       Fase yang paling kritis dari prosedur di atas adalah tahap dekolorisasi yang mengakibatkan CV-iodine lepas dari sel. Pemberian ethanol jangan sampai berlebih yang akan menyebabkan overdecolorization sehingga sel gram positif tampak seperti gram negatif. Namun juga jangan sampai terlalu sedikit dalam penetesan etanol (underdecolorization) yang tidak akan melarutkan CV-iodine secara sempurna sehingga sel gram negatif seperti gram positif.
b.      Preparasi pewarnaan gram terbaik adalah menggunakan kultur muda yang tidak lebih lama dari 24 jam. Umur kultur akan berpengaruh pada kemampuan sel menyerap warna utama (CV), khususnya pada gram positif.




Alat dan Bahan
1.      Preparat bakteri Bacillus subtills dan sarcina
2.      Zat warna Fuchsin, methilen blue, gentian violet
3.      Kertas saring
4.      Akuades
5.      Alcohol 70%
6.      NaCl Fisiologis
Prosedur Kerja





Rounded Rectangle: Mengamati bentuk bakteri di atas mikroskopRounded Rectangle: Melakukan fiksasi kembali diatas apiRounded Rectangle: Membuang kelebihan pewarna dengan kertas hisap atau membasuhnya dengan air mengalirRounded Rectangle: Menetesi dengan pewarna, dan mendiamkannya 1-2 menitRounded Rectangle: Melakukan fiksasi di atas api sebanyak tiga kali, hingga agak keringRounded Rectangle: Menggoreskan bakteri ke objek glass dengan menggunakan jarum ose yang telah dipijarkan                          






















methilen blue  
         
NaCl Fisiologis
 Alcohol 70%          









 







Data Pengamatan
Klasifikasi Bakteri
Hasil Pengamatan

EScerchia colli

Sarcina Basil
Kingdom : Bacteria
Filum : Firmicutes
Kelas : Bacilli
Ordo : Lactobacilales
Family : Sarcinacaceae
Genus : Sarcina
Spesies : Sarcina basil






Pembahasan
Pada praktikum ini kita membuat preparat bakteri, sebelum membuat preparat bakteri usahakan semua alat dan media yang digunakan tersebut harus steril. Sebelum memindahkan bakteri ke kaca objek kita harus memijarkan dulu jarum ose dan tabung reaksi bakteri, setelah itu ambil sedikit saja bakteri dari biakan induk bakteri lalu gesekan pada kaca objek secara hati- hati. Kalau bakteri terlalu tebal tetesi dengan air, dan sebarkan secara merata.
Setelah ose dipijarkan dan didinginkan, kemudian mengambil bakteri dari suatu sumber, ose tidak boleh kena api, karena dikhawatirkan bakteri akan mati. Mulut tabung reaksi tempat bakteri, harus dipanaskan dengan nyala api setelah penyumbat diambil dan setelah pengambilan bakteri selesai dan penyumbat ditutup kembali. Sebelum dan sesudah dipakai kawat ose harus dipijarkan, serta memanaskan mulut tabung reaksi sebelum dan sesudah dipakai karena hal tersebut merupakan teknik aseptik.
Ose dipijarkan dengan tegak agar seluruh batang ose dan bakteri yang menempel pada ose mati, setelah suspensi diteteskan di atas kaca alas, suspensi diratakan atau dilebarkan. Hal ini bertujuan agar bakteri tidak menumpuk (sehingga memudahkan dalam pengamatan). Preparat dicuci dengan air atau dihisap memakai kertas hisap.
Fiksasi bertujuan untuk mempercepat keringnya kaca alas atau preparat, jika pada kaca alas telah terdapat preparat yang akan diamati maka hal tersebut bertujuan agar mikroba mati dan preparat menempel pada kaca alas dan agar bakteri tidak mudah tercuci selama pewarnaan.
Beberapa faktor penyebab terjadinya kesalahan pada pewarnaan positif antara lain:
1.      Preparat yang kurang baik , disebabkan oleh penyebaran yang kurang atau tidak sempurna.
2.      Fiksasi yang kurang sempurna menyebabkan terbawanya sel bakteri pada saat pembilasan.
3.      Fiksasi yang terlalu lama menyebabkan terjadinya penyusutan sel.
4.      Pembilasan yang tidak benar contohnya pembilasan yang langsung mengenai sel karena dapat menyebabkan sel terbawa air.


Kesimpulan

·         Bakteri merupakan sel prokariotik berukuran lebih kecil dari sel eukariotik.
·         Bakteri diidentifikasi dengan metode pengecatan atau pewarnaan sel bekteri yang berfungsi untuk mengetahui sifat fisiologisnya dengan mikroskop, memperjelas ukuran dan bentuk bakteri, untuk melihat struktur luar dan struktur dalam bakteri seperti dinding sel dan vakuola, menghasilkan sifat-sifat fisik dan kimia yang khas daripada bakteri dengan zat warna, serta meningkatkan kontras mikroorganisme dengan sekitarnya.
·         Faktor-faktor yang mempengaruhi pewarnaan bakteri yaitu fiksasi, peluntur warna , substrat, intensifikasi pewarnaan dan penggunaan zat warna penutup.
·         Dengan metode pewarnaan Gram, bakteri dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu bakteri Gram positif dan Gram negatif berdasarkan reaksi atau sifat bakteri terhadap cat tersebut.




Daftar Pustaka

Dwidjoseputro.1964.Dasar-Dasar Mikrobiologi. Malang : Djambatan
Iud. W, 2008, Teknik dan Metode Dasar Dalam Mikrobiologi, UMM Pres, Malang.
Pelczar, M. W., 1986. Dasar-Dasar Mikrobiologi 1. UI Press. Jakarta.
Suriawiria, U., 1985. Mikrobiologi Dasar dalam Praktek. Gramedia. Jakarta.
Volk, W. A. dan Margareth F. W., 1998. Mikrobiologi Dasar Jilid I. Jakarta : Erlangga.
Listiawati, Mila. Modul Praktikum Mikrobiologi. UIN Sunan Gunung Djati. 2010 (http://en.wikipedia.org/wiki/Bacillus_subtilis)

KIMIA KOMPUTASI


TA MIKROBIOLOGI "VIRUS"

MAKALAH
“VIRUS POLIO”

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas akhir mata kuliah Mikrobiologi



Disusun oleh
Astin Mulyani       (1209704007)
Ina Wulandari       (1209704016)
Lia Yulia Siti R    (1209704020)
Maulana Yusuf     (1209704021)
Mia Lektriani        (1209704022)

PROGRAM STUDI KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2010
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan YME atas limpahan rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga makalah dengan judul “Virus Polio” ini dapat diselesaikan.
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas akhir yang diberikan dosen mata kuliah mikrobiologi. Makalah ini lebih mengarah kepada wawasan kesehatan masyarakat, dan bukan cenderung ke arah kedokteran. Dengan demikian, makalah ini lebih menekankan kepada perkembangan virusnya serta aspek-aspek kesehatan masyarakat seperti penularan, pencegahan, dan upaya pemberantasannya. Walaupun demikian, makalah ini diharapkan dapat bermanfaat bagi semua mahasiswa di semua bidang yang terkait.
Pada kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih kepada dosen mikrobiologi, yakni Ibu Mila Listiawati,M.Pd. yang senantiasa membimbing kami dalam mata kuliah mikrobiologi, sehingga memudahkan kami dalam menyelesaikan makalah “Virus Polio” ini.
Kami berharap agar makalah ini bermanfaat bagai pembaca. Semoga makalah ini merupakan amal ibadah yang tinggi nilainya, dan semoga Tuhan senantiasa bersama kita. Terima kasih


Bandung, Desember 2010



penulis









BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Latar belakang
Sektor kesehatan Indonesia saat ini sedang berada dalam situasi transisi pepidemilogi (epidemiological transition) yang harus menanggung beban belebih (triple burden). Banyak penyakit yang menyerang penduduk Indonesia, dan penyakit itu pun sangat beragam, salah satunya adalah penyakit polio.
Penyakit polio ini disebabkan oleh virus poliomeyelitis dan menyerang sistem saraf prifer yang disebabkan oleh virus polio. Gejala utama penyakit ini adalah kelumpuhan.
Sangat miris sekali ketika melihat anak-anak Indonesia mengalami kelumpuhan akibat dari serangan virus polio. Yang seharusnya mereka menikmati masa kecilnya dengan aktif bermain, malah mereka menjadi pasif dan patah semangat. Tapi tidak menutup kemungkinan anak-anak yang mengalami penyakit polio tetap bersemangat untuk menjalani hidup, itu bisa juga didukung oleh orang tua atau orang disekeliling. Hal itu bisa dikatakan sebagai terepi sikologis untuk anak, sehingga anak tidak kehilangan semangat hidupnya.
Sebenarnya virus polio ini tidak hanya menyerang anak-anak saja, bahkan orang dewasa pun rentan terserang virus polio. Maka kita harus memperhatikan makanan yang kita konsumsi jangan sampai tercemar, walaupun pada dasarnya hal ini jarang terjadi.

1.2    Tujuan
Tujuan dari dibuatnya makalah tentang Virus polio ini diantaranya
1.        Dapat mengetahui perkembangan virus polio dalam tubuh kita, sehingga mbisa menyebabkan kelumpuhan.
2.        Menambah wawasan kepada kita tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan virus ataupun penyakit polio
3.        Memberikan pengalaman baru kepada semua pembaca bahwasannya kita perlu waspada terhadap segala macam penyakit, khususnya disini penyakit polio.
4.        Untuk menyampaikan informasi tentang polio yang sejak dulu selalu menjadi momok besar bagi penduduk Indonesia karena bisa menyebabkan kelumpuhan

1.3    Rumusan masalah
Adapun rumusan masalahnya sebagai berikut :
1.        Bagaimana perkembangan virus polio dalam tubuh kita?
2.        Bagaimana terjadinya penularan virus polio?
3.        Mengapa sering dikatakan bahwa pirus polio itu lebih dominan menyerang anak-anak?
4.        Apa saja gejala ataupun tanda orang yang mengalami penyakit polio?
5.        Bagaimana cara untuk mencegah ataupun memberantas virus polio?

1.4    Sistematika
Makalah tentang virus polio ini dibagi menjadi tiga bagian. Bagian pendahuluan menguraikan tentang hal yang melatarbelakangi pembuatan makalah “virus polio” ini, tujuan dibuatnya makalah, serta rumusan masalah yang ditemukan dalam pembutan makalah.
Pada bagian kedua akan diuraikan tentang penyebab penyakit polio, ciri-ciri virus polio beserta gambarnya, perkembangan virus polio, reproduksi virus polio, serta pencegahan dan pengobatan
Bagian terakhir akan mengulas kesimpulan dari semua pembahasan yang telah diutarakan, serta akan diberikan juga saran untuk pembaca.















BAB II
PEMBAHASAN

2.1    Sejarah dan Perkembangan Polio
Poliomyelitis berasal dari kata Yunani, polio berarti abu – abu , dan myelon yang berarti saraf perifer, sering juga disebut paralisis infantile. Poliomyelitis atau sering disebut polio adalah penyakit akut yang menyerang system saraf perifer yang disebabkan oleh virus polio. Gejala utama penyakit ini adalah kelumpuhan. Kelumpuhan biasanya berkurang sampai hilang, akan tetapi dapat menetap setelah 60 hari yang akan menyebabkan kecacatan.
Sejarah penyakit ini diketahui dengan ditemukannya gambaran seorang anak yang berjalan dengan tongkat dimana sebelah kaki mengecil pada lukisan artefak Mesir kuno tahun 1403 – 1365 SM. Gambaran klinis polio pertama kali dibuat oleh seorang dokter Inggris, Michael Underwood pada tahun 1789. Ia menyebut polio sebagai ‘kelemahan tungkai bawah’. Pada tahun 1840 dokter Jacob Heine dan Karl Oskar Medin melanjutkan penelitian Underwood sehingga penyakit ini disebut juga ‘penyakit Heine – Medin’.
Michael Underwood pertama menjelaskan suatu kelemahan dari bawah kaki pada anak yang dikenali sebagai polio di Inggris pada tahun 1789. Yang pertama wabah di Eropa dilaporkan pada awal abad 19,  dilaporkan di Amerika Serikat pada tahun 1843. Untuk tahun berikutnya seratus, wabah polio dilaporkan dari negara maju di Utara. Setiap belahan musim panas dan gugur. Epidemi ini menjadi semakin parah, Makin lanjut usia semakin banyak orang dengan terjangkit infeksi meningkat, baik tingkat keparahan penyakit dan jumlah kematian dari polio. Polio mencapai puncaknya di Amerika Serikat pada tahun 1952, dengan lebih dari 21.000 kasus paralitik. 
Vaksin polio pertama kali dikembangkan oleh Jonas Salk pada tahun 1955 dan Albert Sabin pada tahun 1962. Sejak saat itu, jumlah kasus polio menurun tajam. Saat ini upaya imunisasi di banyak negara dibantu oleh Rotary International, UNICEF, dan WHO untuk mempercepat eradikasi global polio.
Para pakar kesehatan dan WHO terkejut dan sibuk dengan adanya kasus baru virus polio liar di Indonesia pada tahun 2005, setelah hampir 10 tahun Indonesia bebas polio liar. Kejadian ini merupakan ancaman bagi Negara lain yang mungkin tertular, sementara pada tahun 1988, WHO telah mencanangkan dunia bebas polio pada 17 tahun kemudian. Penyakit ini kembali menarik perhatian banyak pihak karena peningkatan dan penularannya sangat cepat. Penularan polio sangat berhubungan dengan konsekuensi dampak sosial dan ekonomi negara.
Polio tersebar diseluruh dunia terutama di Asia Selatan, Asia Tenggara, dan Afrika. Kasus terakhir virus polio 3 terjadi di Sri Lanka pada tahun 1993, virus polio 1 dan polio 3 di Jawa Tengah, Indonesia pada tahun 1995, dan virus polio 1 di Thailand pada tahun 1997. India, salah satu negara endemic polio, juga menularkan penyakit ini ke Cina dan Syiria pada tahun 1999, ke Bulgaria pada tahun 2001, serta ke Libanon pada tahun 2003. Menurut penyelidikan WHO dan Depkes RI, virus polio liar di Indonesia pada tahun 2005 berasal dari Sudan atau Nigeria yang berada di Arab Saudi. Virus tersebut ditularkan ke negara lain melalui jemaah haji, jemaah umrah, dan tenaga kerja lainnya.
            Pada tahun 2002 dan 2003 Sudan tidak melaporkan lagi virus polio, akan tetapi pada tahun 2004 ditemukan satu kasus pada bulan Juli, 31 kasus pada bulan Agustus, dan terus meningkat menjadi 126 kasus pada akhir tahun 2004. Saat ini Sudan menjadi negara recently endemic. Pada tanggal 6 November 2004, seorang anak perempuan dari jemaah haji Sudan menderita lumpuh karena virus polio Sudan di Jeddah. Pada tanggal 15 Desember 2004, seorang anak berusia 5 tahun asal Nigeria yang tinggal di kampung pengungsian ilegal di dekat Kota Mekkah menderita lumpuh.
            Bayi dan anak adalah golongan usia yang sering terserang polio. Penderita polio sebanyak 70 – 80 % di daerah endemic adalah anak berusia kurang dari 3 tahun, dan 80 – 90 % adalah balita. Kelompok yang rentan tertular adalah anak yang tidak diimunisasi, kelompok minoritas, para pendatang musiman, dan anak – anak yang tidak terdaftar.
            Data terakhir sampai Juni 2007 terdapat 243 kasus polio liar pada tahun 2007.  Negara penyumbang terbesar adalah Nigeria sebanyak 114 kasus, India sebanyak 82 kasus, dan Korea Utara sebanyak 13 kasus. Indonesia yang pernah mencatat 303 kasus pada tahun 2005 menurun jauh hingga menjadi hanya 2 kasus pada tahun 2006 dan tidak ada kasus pada tahun 2007.
Kasus infeksi virus polio telah dilaporkan di Amerika Serikat sejak tahun 1979. Sampai tahun 1998, rata-rata 8-10 kasus yang terkait dengan virus vaksin dilaporkan setiap tahun. Karena lembaga vaksin polio tidak aktif semua (IPV) kebijakan dalam jadwal imunisasi rutin, jumlah kasus terkait vaksin telah menurun secara signifikan. Empat kasus yang diturunkan dari virus polio vaksin telah diidentifikasi pada tahun 2005 antara anak-anak tidak divaksinasi di sebuah komunitas Amish di Minnesota. 
            Kasus polio di Indonesia pada tahun 2005 terjadi pertama kali di Cidahu, Sukabumi, Jawa Barat yang dengan cepat menyebar ke Provinsi Banten, DKI  Jakarta, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Lampung. Data terakhir melaporkan secara total terdapat 295 kasus polio 1 yang tersebar di 10 Provinsi dan 22 Kabupaten / Kota di Indonesia.
Kejadian infeksi virus polio global mengalami penurunan sebesar lebih dari 99% sejak tahun 1988. Meskipun tidak ada wabah telah dilaporkan di belahan bumi barat sejak 1991, Organisasi Kesehatan Pan Amerika melaporkan wabah di Haiti dan Republik Dominika pada tahun 2001. Sejak tahun 2001, tidak ada tambahan wabah penyakit yang disebabkan oleh virus polio  telah dilaporkan di Amerika. Pada 2009, kemajuan signifikan telah dibuat terhadap pemberantasan polio di India, Pakistan, Afghanistan, dan Nigeria yang merupakan 4 negara-negara di mana transmisi virus polio liar asli masih terjadi. Namun, impor virus polio liar ke negara yang sebelumnya dianggap bebas dari polio terus menjadi masalah, khususnya di Afrika. 

2.2    Virus Polio
Virus polio termasuk genus Enterovirus, famili Picornavirus. Bentuknya adalah ikosahedral tanpa sampul dengan genome RNA single stranded messenger molecule.Single RNA ini membentuk hampir 30 persen dari virion dan sisanya terdiri dari 4 protein besar (VP1-4) dan satu protein kecil (Vpg).Penyebab penyakit itu adalah virus polio yang terdiri atas tiga strain, yaitu strain 1 (brunhilde), strain 2 (lanzig), dan strain 3 (leon).Strain 1 seperti yang ditemukan di Sukabumi paling paralitogenik atau paling ganas dan sering menyebabkan kejadian luar biasa (wabah), sedangkan strain 2 paling jinak. Terdapat 3 tipe yaitu tipe 1, 2, dan 3. Ketiga tipe virus tersebut bisa menyebabkan kelumpuhan. Tipe 1 adalah tipe yang paling mudah diisolasi, diikuti tipe 3, sedangkan tipe 2 paling jarang diisolasi. Tipe yang sering menyebabkan wabah juga adalah tipe 1, sedangkan kasus yang dihubungkan dengan vaksin disebabkan oleh tipe 2 dan tipe 3.


            Di alam bebas, virus polio dapat bertahan hingga 48 jam pada musim kemarau dan 2 minggu pada musim hujan. Di dalam usus manusia, virus dapat bertahan hidup sampai 2 bulan. Virus polio tahan terhadap sabun, detergen, alkohol, eter dan chloroform, tetapi virus ini akan mati dengan pemberian formal dehida 0,3 %, klorin, pemanasan dan sinar ultraviolet.
Poliovirus adalah virus RNA kecil yang terdiri atas tiga strain berbeda dan amat menular. Virus akan menyerang sistem saraf dan kelumpuhan dapat terjadi dalam hitungan jam. Polio menyerang tanpa mengenal usia, lima puluh persen kasus terjadi pada anak berusia antara 3 hingga 5 tahun. Masa inkubasi polio dari gejala pertama berkisar dari 3 hingga 35 hari.
Polio adalah penyakit menular yang dikategorikan sebagai penyakit peradaban. Polio menular melalui kontak antar manusia. Polio dapat menyebar luas diam-diam karena sebagian besar penderita yang terinfeksi poliovirus tidak memiliki gejala sehingga tidak tahu kalau mereka sendiri sedang terjangkit. Virus masuk ke dalam tubuh melalui mulut ketika seseorang memakan makanan atau minuman yang terkontaminasi feses. Setelah seseorang terkena infeksi, virus akan keluar melalui feses selama beberapa minggu dan saat itulah dapat terjadi penularan virus.
Struktur virus polio - pertama kali ditemukan pada tahun 1985 - merupakan salah satu struktur virus pertama yang pernah ditemukan. Genom (informasi genetik)
1.      Genom Polio's (informasi genetik) terdapat pada untai tunggal RNA (asam ribonukleat). Ini bagian yang sama dengan virus lainnya, meskipun beberapa virus, seperti herpes, membawa informasi genetik dalam DNA (asam deoksiribonukleat). kode RNA virus polio berfungsi untuk menyerang ribosom sel target.
2.      Kapsid
Kapsid virus polio mengelilingi, memberikan dan melindungi RNA. Kapsid Ini terdiri dari protein dan telah di reseptor dari permukaan sel-sel saraf rasa, sehingga memungkinkan virus polio untuk mengikat sel-sel ini.
3.      Reseptor
Reseptor pada virus polio, terbuat dari protein, sel target nya adalah saraf. target Virus polio adalah neuron motorik . Banyak sel-sel dalam tubuh manusia memiliki letak reseptor yang sama yang menjadi target virus polio, tetapi mengapa virus polio hanya menyerang sel-sel saraf tertentu. Antibodi diproduksi oleh sistem kekebalan tubuh untuk mengikat reseptor ini untuk membantu mencegah polio dari menyerang sel.
4.      Infeksi
Setelah polio telah terikat pada sel saraf target, kapsid terbuka dan informasi genetik virus itu dilepaskan ke dalam sel. Sementara beberapa virus menyampaikan informasi mereka ke dalam inti sel, target virus polio adalah ribosom (terletak di sitoplasma). ribosom berfungsi untuk memproduksi protein dalam sel. Ribosom sel yang terinfeksi dengan polio menghasilkan RNA virus polio dan capsids bukan protein untuk sel inang itu sendiri. 
Dalam sitoplasma, yang baru terbentuk capsids dan RNA virus polio bergabung bersama untuk membentuk virion baru. sel kemudian mengalami lisis (melanggar terbuka), dan partikel-partikel virus baru yang dibentuk, akan menginfeksi sel inang lainnya.

2.3    Penularan
Masa inkubasi polio biasanya 7 – 14 hari dengan rentang 3 – 35 hari. Manusia merupakan satu – satunya reservoir dan merupakan sumber penularan. Virus ditularkan antar – manusia melalui rute oro-fekal. Penularan melalui secret faring dapat terjadi bila keadaan hygiene sanitasinya baik sehingga tidak memungkinkan terjadinya penularan oro – fekal. Makanan dan bahan lain yang tercemar dapat menularkan virus, walaupun jarang terjadi. Penularan melalui serangga belum dapat dibuktikan.
            Pada akhir masa inkubasi dan masa awal gejala, para penderita polio sangat poten untuk menularkan penyakit. Setelah terpajan dari penderita, virus polio dapat ditemukan pada secret tenggorokan 36 jam kemudian dan masih bisa ditemukan sampai satu minggu, serta pada tinja dalam waktu 72 jam sampai 3 – 6 minggu atau lebih.
            Virus polio dapat menyerang semua golongan usia dengan tingkat kelumpuhan yang bervariasi. Kelumpuhan yang terjadi hanya sekitar 1 % saja. Dari semua kelumpuhan, 90 % akan sembuh dengan sendirinya dan sekitar 10 % akan mengalami kelumpuhan menetap. Angka kelumpuhan pada bayi lebih kecil daripada orang dewasa.

Patogenesis
Virus masuk melalui mulut dan multi utama lipatan virus terjadi di lokasi implantasi di faring dan saluran pencernaan. Virus ini biasanya hadir dalam tenggorokan dan dalam tinja sebelum timbulnya penyakit. Satu minggu setelah ada virus di tenggorokan, tetapi virus terus bisa dikeluarkan dalam tinja selama beberapa minggu. Virus ini menyerang jaringan limfoid lokal, masuk aliran darah, dan kemudian dapat menginfeksi sel-sel pusat sistem saraf. Replikasi virus polio di neuron motor tanduk anterior dan batang otak di sel penghancuran dan menyebabkan manifestasi khas polio.
Status saat ini penularan virus polio pada 1999 (WHO).



2.4    Gejala dan Tanda
Gejala awal biasanya terjadi selama 1 – 4 hari, yang kemudian menghilang. Gejala lain yang biasa muncul adalah nyeri tenggorokan, rasa tidak enak di perut, demam ringan, lemas dan nyeri kepala ringan. Gejala klinis yang mengarah pada kecurigaan serangan virus polio adalah adanya demam dan kelumpuhan akut. Kaki biasanya lemas tanpa gangguan saraf terasa. Kelumpuhan biasanya terjadi pada tungkai bawah, asimetris dan dapat menetap selamanya yang bisa disertai gejala nyeri kepala dan muntah. Biasanya terdapat kekakuan pada leher dan punggung setelah 24 jam.
            Kelumpuhan sifatnya mendadak dan layuh, sehingga sering dihubungkan dengan lumpuh layuh akut (AFP, acute flaccid paralisis), biasanya menyerang satu tungkai, lemas sampai tidak ada gerakan. Otot bisa mengecil, reflex fisiologis dan reflex patologis negative.
            WHO mengatakan bahwa kelumpuhan dapat disebabkan oleh lebih dari 100 macam penyebab, namun di Indonesia sampai saat ini dilaporkan kelumpuhan disebabkan oleh 23 penyakit.  Sebanyak 60 – 70 % kelumpuhan disebabkan oleh Guillain Barre Syndrome (GBS). Untuk membuktikan apakah kelumpuhan disebabkan oleh polio atau bukan, harus dibuktikan oleh pemeriksaan laboratorium yang sudah terakreditasi WHO yaitu di laboratorium Biofarma, BBLK Surabaya dan Laboraturium Puslit Penyakit Jakarta.
            Diagnosis banding yang mirip dengan polio adalah mielitis transerva, yaitu suatu peradangan sumsum tulang belakang. Kelumpuhan layuh biasanya menyerang kedua tungkai, bersifat akut, dan lemas. Reflex biologis dan reflex patologis negative, bisa disertai dengan gangguan buang air kecil dan besar.
            Diagnosis banding lainnya adalah GBS, dimana terjadi demam disertai dengan gejala kelumpuhan yang berangsur dari ujung kaki naik ke atas dengan batas tegas, bila sudah sampai pergelangan membentuk gambaran seperti sarung tangan / kaki (glove phenomenon). Kelumpuhan menyerang kedua tungkai, reflex fisiologis negative, sedangkan reflex patologis positif. Bila kelumpuhan menyerang otot saluran pernapasan, maka penderita dapat mengalami sesak nafas sampai meninggal.

2.5    Pengobatan
Pengobatan pada penderita polio tidak spesifik. Pengobatan ditujukan untuk meredakan gejala dan pengobatan sufortif untuk meningkatkan stamina penderita. Perlu diberikan pelayanan pisioterapi untuk meminimalkan kelumpuhan dan menjaga agar tidak terjadi atrofi otot. Perawatan ortopedik tersedia bagi mereka yang mengalami kelumpuhan menetap. Efektif Pengendalian penyakit yang paling efektif adalah pencegahan melalui vaksinasi dan surveilans AFP.

2.6    Pencegahan dan pemberantasan
World Health Assembly (WHA) pada tahun 1988 menetapkan dunia bebas polio pada tahun 2005, dengan tahapan : (1) tahun 2000 diharapkan tidak ada lagi trasmisi virus polio liar lagi, (2) tahun 2004 diharapakan South East Asian Region Organization (SEARO) terbentuk. SEARO adalah suatu system pembagian wilayah WHO yang meliputi wilayah regional Asia Tenggara.apabila resolusi ini berjalan sesuai rencana maka WHO beserta negara – negara di seluruh dunia akan enghentikan imunisasi polio pada tahun 2010 seperti halnya keberhasilan membasmi virus cacar.
1.      Eradikasi polio (erapo)
Pengertian eradikasi polio adalah keadaan dimana suatu Negara bebas kasus  polo liar selama 3 tahun berturut – turut dan didukung oleh system surveilans yang mantap. System surveilans mantap dibuktikan dengan :
a.    Zero report, yaitu laporan mingguan dari Puskesmas dan Rumah Sakit lengkap dan tepat mskipun tidak ditemukan 1 kasus AFP pun.
b.   AFP rate 1 (100%), yaitu harus bisa menemukan kasus AFP dan membuktikannya melalui pemeriksaan laboratorium bahwa hal tersebut bukan karena penyakit polio.
Strategi erapo adalah :
1)   Mempertahankan imunisasi rutin dengan cakupan yang tinggi.
2)   Melaksanakan program imunisasi tambahan seperti :
·         PIN 1995, 1996 dan 1997
·         Sub PIN (1998 – 1999), daerah berisiko tinggi (focus)
·         Sub PIN 2000 – peningkatan imunitas
·         Mopping up (kegiatan seperti PIN pada suatu daerah untuk mencegah dan menanggulangi transmisi).
3)  SAFP sesuai standar sertifikasi.
4)  Pengamanan virus polio di laboratorium.

2.   SAFP (Surveilance acute flaccid paralysis)
SAFP adalah suatu pengamanan ketat pada semua kasus kelumpuhan yang mirip pada kelumpuhan pada kasus poliomyelitis, yaitu akut (<2 minggu), flaccid (layuh, tidak kaku) yang terjadi pada anak <15 tahun, dalam rangka menemukan adanya kasus polio.
SAFP dimaksudkan untuk mengidentifikasi daerah yang berisiko tinggi akan adanya transmisi virus polio liar. SAFP juga dapat digunakan untuk memantau perkembangan program eradikasi polio, dan yang terakhir, SAFP bisa digunakan sebagai alat untuk membuktikan bahwa Indonesia bebas polio. Karena pentingnya SAFP tersebut maka setiap 1 kasus AFP merupakan kasus KLB.
Setiap menemukan 1 kasus AFP, petugas diharapakan untuk mendapatkan specimen tinja penderita dalam waktu 24 – 48 jam, paling lama 2 minggu sejak awal kelumpuhan. Tinja harus segera dikirim ke laboratorium nasional untuk pemeriksaan virus polio. Selanjutnya petugas mengunjungi ulang setelah 60 hari untuk pemeriksaan kelumpuhan.

3.      Imunisasi
Imunisasi merupakan actor terpenting untuk memberantas polio. Terdapat 2 jenis vaksin di Indonesia, yaitu OPV (oral polio vaccine) dan IPV (injection polio vaccine). OPV berfungsi untuk merangsang pembentukan antibody humoral yangakan menghambat perjalanan virus ke otak, dan OPV akan menstimulasi terbentuknya antibody local di usus (slg A ) yang menghambat penempelan virus polio pada dinding usus.
IPV hanya akan merangsang pembentukan antibody humoral saja. IPV dibuat berdasarkan virus yang dimatikan, sedangkan OPV berasal dari virus hidup yang dilemahkan, sehingga resiko terjadinya kasus polio karena vaksin (VDPV, vaccine derived polio virus) lebih tinggi pada penggunaan OPV. Mengingat harga IPV yang lebih mahal dibandingkan harga OPV,  maka IPV tidak digunakan untuk program erapo di Indonesia.
Antibody usus local hanya dapat bertahan sekitar 100 hari pada dinding usus. Setelah waktu tersebut terlampaui, virus polio liar (VPL) yang masuk ke usus bisa menempel pada dinding usus dan bereplikasi. Antibody humoral yang sudah terbentuk akan menghalangi VPL masuk ke jaringan saraf. Meskipun demikian, VPL yang sudah berkembang biak tersebut akan dikeluarkan melalui tinja dan bisa menularkan ke orang lain.
Berdasarkan pemikiran di atas, Pekan Imunisasi Nasional (PIN) dilaksanakan secara serantak sehingga VPL yang masuk tidak dapat berkembang biak dan dikeluarkan bersamatinja. Hal ini akan membuat penularan ke anak lainnya menjadi sulit karena pada saat yang bersamaan anak lainnyatersebut sudah mendapatkan imunisasi.


























BAB III
SIMPULAN

Penyakit polio disebabkan oleh virus poliomeyelitis dan menyerang sistem saraf prifer. Virus polio termasuk genus Enterovirus, famili Picornavirus. Polio ini merupakan penyakit menular yang dikategorikan sebagai penyakit peradaban. Polio menular melalui kontak antar manusia. Polio dapat menyebar luas diam-diam karena sebagian besar penderita yang terinfeksi poliovirus tidak memiliki gejala sehingga tidak tahu kalau mereka sendiri sedang terjangkit. Virus ini masuk melalui mulut dan multi utama lipatan virus terjadi di lokasi implantasi di faring dan saluran pencernaan. Virus ini biasanya hadir dalam tenggorokan dan dalam tinja sebelum timbulnya penyakit. 
Gejala utama penyakit ini adalah kelumpuhan. Adapun pengendalian yang paling efektif adalah pencegahan melalui vaksinasi dan surveilans AFP.



















DAFTAR PUSTAKA

·      Edward, Martin. Penyakit anak Sehari-hari Tindakan Darurat.PT. Alex Media Komputindo. Jakarta.2000.
·      Epidemiology and Prevention of Vaccine-Preventable Diseases, 11th Edition (the Pink Book). N.p.: Public Health Foundation, 2009.
·      "Progress Toward Poliomyelitis Eradication-India, January 2007-May 2009." MMWR 58.26 July 10, 2009: 719-723.
·      Nath A, Berger JR. Polio. In: Goldman L, Ausiello D, eds Kedokteran Cecil.. 23 ed. Philadelphia, Pa: Saunders Elsevier. 2007: chap 440.
·      Racaniello, Vincent. "One Hundred Years of Poliovirus Pathogenesis." Virology 344 (2006): 9-16.
·      Silver JK. Post-polio sindrom. Dalam: Frontera WR, JK Silver, Jr Rizzo TD, eds Rehabilitasi. Essentials Fisik dan Kedokteran. 2nd ed. Philadelphia, Pa: Saunders Elsevier; 2008: chap 137.
·      Suraatmaja, Sudrajat. Seri Kesehatan PopulasiImunisasi. Arcan.Jakarta.1991.
·         "Updated Recommendations of the ACIP Regarding Routine Poliovirus Vaccination." MMWR 58.30 Aug. 7, 2009: 829-830.
·         Widoyono. Penyakit Tropis: Epidemologi, Penularan, Pencegahan dan Pemberantasannya.Erlanggga, Jakarta.2005
·      http://www.cdc.gov/vaccines/pubs/ACIP-list.htm